Di kalangan orang sunda, tradisi
membatik merupakan sebuah tradisi yang sudah berlangsung sejak lama. Disebutkan
pada naskah Siksa Kandang Karesian yang berasal dari abad abad ke-16 sudah
disebutkan berbagai macam motif-motif batik. Artinya, sejak saat itu pun
tradisi membatik yang terus berlangsung hingga saat ini sudah ada. Di beberapa
daerah di Jawa Barat seperti di Cirebon, Tasikmalaya dan Garut, tradisi
membatik telah melahirkan berbagai motif batik yang menjadi ciri khas daerahnya
masing-masing.
Di Garut sendiri berkembang motif
batik yang disebut dengan batik garutan. Motif ini tentu saja berkembang karena
pengaruh lingkungan sosial budaya, falsafah hidup, dan adat istiadat orang
sunda. Dengan demikian batik garutan menggambarkan kehidupan sosial masyarakat
Garut dari masa ke masa.
Pada umumnya, motif batik garutan
menghadirkan unsur hias dalam bentuk-bentuk geometrik yang mengarah secara
diagonal, bentuk kawung, atau belah ketupat dan adapula yang menghadirkan tema
flora dan fauna.sementara itu warna yang digunakan dalam jenis batik ini pada
umumnya adalah warna cerah seperti merah, hijau kuning, dan crem.

Batik Garutan, motif
“Merak Ngibing”
Sumber : batikgarutaneksotis.blogspot.com
Beberapa motifnya yang khas antara
lain yaitu motif merak ngibing, rereng
apel, turih oncom, dan kawung ece.
Motif-motif tersebut banyak dimodifikasi dan banyak juga melahirkan motif
lainnya seperti motif lereng udang,
suliga ukel, lereng eneng, angkin, ayakan, siku seling, kumeli bunga, adumanis,
patah tebu, barong kembang, sidomukti, limar, cakra, rereng calung dan
masih banyak lagi.
Sejak jaman penjajahan Belanda,
batik garutan sudah menjadi souvenir. Tercatat di dalam buku Garoet, En
Omstreken yang terbit pada tahun 1922, bahwa batik garutan menjadi salah satu
yang dapat dijadikan sebagai buah tangan oleh para turis atau para pelancong
dari Garut. Buku ini diterbitkan untuk dijadikan sebagai panduan atau petunjuk
perjalanan wisata yang diperuntukan bagi turis-turis.
Pada paro akhir abad ke-19, juragan
kebun the Waspada yaitu Karel F. Holle juga ikut mengembangkan produksi batik
garutan di perkebunannya walaupun tidak jelas benar apakah batik tersebut
diproduksi untuk dijual atau hanya untuk keperluan sendiri saja. Atau juga
untuk memberdayakan masyarakat di perkebunan atau melestarikan tradisi
pembuatan batik.
Pada tahun 1945, batik garutan
semakin dikenal dengan sebutan batik tulis garutan, dan mengalami kejayaannya
pada tahun 1967-1985. Pada waktu itu, di Garut terdapat 126 unit usaha batik
tulis garutan yang produksinya bukan saja dijual di pasar lokal, tetapi juga di
tingkat nasional.
Pada saat ini, batik garutan umumnya
di produksi di Garut Kota dan sekitarnya misalnya di jalan Papandayan, jalan
Pembangunan, jalan Otista, dan jalan Kabupaten. Pada tahun 2000-an, batik
garutan kembali mulai dikenal luas setelah pemerintah daerah gencar melakukan
perkenalan kepada publik melalui berbagai macam kegiatan. Misalnya melalui
lomba busana batik garutan, lomba desain batik Garutan, bahkan pemerintah
daerah mewajibkan pegawai untuk menggunakan busana seragam batik garutan pada
hari tertentu.
0 komentar:
Posting Komentar