Kamis, 09 April 2015

Pak Rudy Gunawan Tetap Pemimpin yang Terhebat!


Lebih dari setahun Garut berada di bawah kepemimpinan Pak Rudy Gunawan dan Pak Helmi Budiman sebagai Bupati-Wakil Bupati Garut. Dalam kurun waktu yang tidak singkat itu, berbagai lini berusaha untuk diperbaiki sesuai janji politiknya saat kampanye. Dan saya melihat bahwa mereka adalah pasangan yang konsisten dalam mempertahankan warisan yang diberikan pemimpin Garut sebelumnya.
Berbeda dengan Walikota Bandung yang terus melakukan penyimpangan dengan berbagai inovasi nyelenehnya yang sulit diterima nalar sehat. Contohnya saja dalam mengatasi masalah sampah di Kota Bandung, Pak Ridwan Kamil menerapkan kebijakan denda bagi siapa saja yang membuang sampah sembarangan di wilayah Kota Bandung. Kebijakan tersebut tentunya tidak akan berjalan sukses tanpa disertai partisipasi aktif dari masyarakat Bandung untuk tidak membuang sampah sembarangan dan mengawasi sesamanya agar tidak membuang sampah sembarangan. Kebijakan itu tentunya membuat masyarakat Bandung enggan untuk membuang sampah sembarangan. Ah kasihan masyarakat Bandung, itu tentunya membuat suatu beban baru bagi mereka. Sungguh Pak Ridwan Kamil itu pemimpin yang menyusahkan rakyatnya!
Coba lihat Bupati Garut yang tahu bahwa keadaan Garut saat ini sudah mengikuti perkembangan zaman. Entah tipe kota seperti apa yang ingin dicapainya, mungkin sebuah tipe kota tryanopolis yang identik dengan kesemrawutan seperti masalah sampah, kemacetan lalu lintas, tingkat kriminalitas tinggi dan lain sebagainya yang identik dengan kota-kota besar tersebut berusaha untuk digapai Garut. Hal itu memang bukan sesuatu yang baru karena sejak bupati sebelumnya pun Garut sudah seperti itu, dan hebatnya lagi sampai saat ini kondisi yang identik dengan kota “maju” itu masih tetap dipertahankan oleh Bupati Garut saat ini. Selain itu, himbauan bupati bagi masyarakat Garut untuk masalah sampah adalah harus membuang sampah dari pukul 21.00-05.00 dan dalam waktu tersebut, akan dikerahkan para pegawai kebersihan dengan truk yang bulak-balik mengangkut sampah. Sungguh kebijakan yang merakyat karena dengan kebijakan itu, masalah sampah hanya akan dibebankan kepada pegawai kebersihan saja. Sungguh luar biasa apa yang dilakukan oleh Bupati Garut Pak Rudy Gunawan.
Jalan Ahmad Yani Barat (protokol). Sebenarnya hanya dengan melihat gambar ini, kita bisa tahu bagaimana kondisi Garut. Sebab jalan protokol merupakan cerminan keadaan sebuah kota.


Hal itu menunjukan bahwa Pak Ridwan Kamil  memang tidak ada apa-apanya. Selain dalam menangani masalah sampah, Pak Ridwan Kamil pun justru malah memerhatikan kondisi jalanan yang rusak. Untuk mengatasinya, Pak Ridwan Kamil malah menyediakan stok aspal agar jalanan yang rusak cepat diperbaiki.
Apa yang dilakukan oleh Pak Ridwan Kamil benar-benar tidak mendukung kesehatan rakyatnya. Bukankah jika membiarkan keadaan jalanan yang rusak akan menimbulkan keadaan berkendara yang tidak jauh berbeda dengan olah raga berkuda? Dengan begitu ada dua manfaat tentunya, hemat biaya dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Walikota Bandung tidak melakukan hal tersebut, sementara Bupati Garut sedari dulu memang sangat “hebat”, keadaan jalanan Garut yang rusak banyak yang tidak cepat untuk diperbaiki, adapun yang diperbaiki, itu hanya diberi tambalan-tambalan yang membuat permukaan jalan tidak rata. Dua jempol saya berikan untuk Bupati Garut.


Jalan Proklamasi Garut. Sudah sangat lama sekali kondisi jalannya seperti ini. Hebat!

Sekali lagi saya tekankan bahwa Bupati Garut tetap yang terbaik. Di saat era modern ini kehidupan malam memang tidak memerlukan penerangan yang banyak, cukup keadaan remang-remang. Hal itu diterapkan oleh Garut dengan keadaan Penerangan Jalan Umum yang keadaannya tidak bagus. Bagaimana dengan Bandung? Ah sudahlah semua sudah tahu itu.
Selain itu, Pak Ridwan Kamil memang tidak peduli dengan kesejahteraan rakyatnya. Buktinya, Pak Ridwan Kamil tidak memperbolehkan masyarakat disana untuk tidak berjualan di sembarang tempat, guna memelihara keindahan kota. Seharusnya Pak Ridwan Kamil banyak belajar pada Bupati Garut. Berbeda dengan di Bandung, di Garut para PKL bebas untuk membuka lapaknya dimana saja, sesuka hati mereka. Tak perlu memedulikan apakah itu lahan untuk pejalan kaki, atau bahkan merusak keindahan kota, yang penting rakyatnya bisa memenuhi kebutuhan perut. Hebatnya lagi, hal tersebut sudah menjadi pemandangan yang tidak aneh di jalan protokol Garut. Benar-benar pemimpin yang merakyat.
Belum berhenti disana, Pak Ridwan Kamil sangat tidak tahu perkembangan zaman. Saat zaman modern ini, Pak Ridwan Kamil malah mengajak masyarakat Bandung untuk piknik ke tempat-tempat sejuk seperti berbagai taman yang dibuatnya. Berbeda dengan Bupati Garut, hiburan Garut ada dimana-mana, asalkan senang disitu bisa jadi tempat berkumpul dan menjadi hiburan. Tak perlu didirikan tempat-tempat seperti taman dan lain-lain, karena tempat seperti itu sudah basi bagi masyarakat modern.
Selain itu, Pak Ridwan Kamil pun nampaknya lupa jika dia itu sebenarnya adalah seorang pemimpin, tapi malah asik dan eksis dalam berbagai akun media sosialnya. Berbeda dengan Bupati Garut, yang hanya me-retweet kicauan tentang keluhan masyarakatnya dalam media sosial Twitter. Hal itu menunjukan dua kemungkinan, fokus bekerja atau Pak Rudy Gunawan itu kaku dan berjarak dengan masyarakatnya.

Yah seperti itulah sebagian dari kehebatan yang dimiliki oleh Pak Rudy Gunawan selaku Bupati Garut saat ini. Saya sangat menyanjungnya. Kehebatannya membuat Pak Ridwan Kamil tidak ada apa-apanya. Hidup Pak Rudy Gunawan!

Bupati Garut Dari Masa ke Masa

No.
Zaman Kabupaten Limbangan-Garut
1
1813-1831
R.A. Adiwijaya
2
1831-1833
R.A. Kusumahdinata
3
1833-1877
R. Tumenggung Jayaningrat (Surianata Kusumah)
4
1871-1915
R.A. Aria Wiratanudatar

No.
Zaman kabupaten Garut
5
1915-1929
R.A. SuriaKarta Legawa
6
1929-1944
R. Moh.Musa Suria Kartalegawa
7
1944-1945
R.T. Endung Suriadiputra
8
1945-1948
R.T. Kalih Wiraatmaja
9
1948-1949
R.T. Agus Padmanagara
10
1949-1950
R.T. Kartahudaya
11
1950-1955
R. Moh. Sobri Kartosomantri
12
1955-1959
R. Muh. Noh Kartanegara
13
1959-1966
R. Gahara Wijaya Suria
14
1966-1967
Kol. Akil Ahyar Mansur
15
1967-1972
R. Bob Yakob Ishak, S.H.
16
1972-1973
Drs. Syamsudin
17
1973-1978
Ir. Hasan Wirahadikusumah
18
1978-1983
Letkol Iman Sulaeman
19
1983-1988
Kol. Taufik Hidayat
20
1988-1993
H. Momon Gandasasmita
21
1993-1998
Drs. Toharudin Gani
22
1998-2003
Drs. H. Dede Satibi
23
2003-2008
Kol(Purn) Agus supriadi
24
2008-2013
Aceng H.M. Fikri, S. Ag
25
2014- Now
H. Rudy Gunawan, SH., MH., MP.

FOTO BUPATI GARUT












Sumber : Klik Disini 

Sabtu, 04 April 2015

Bangklung

           Kesenian yang berasal dari Kampung Babakan Garut, Desa Cisero, Kecamatan Cisurupan ini merupakan kesenian yang menggabungkan dua kesenian tradisional yaitu kesenian terebang dan kesenian angklung Badud. Kesenian ini belum berumur terlalu tua. Konon kesenian ini tercipta atas prakarsa Rukasah, yang pada tahun 1968 yang menjabat sebagai Kepalan Seksi Bidang Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Garut.
            Pemain bangklung seluruhnya berjumlah 27 orang yang masing-masing membawa alat musik yang berbeda-beda. Sehingga jika dilihat dari alat musik dan jumlah pemainnya, bangklung bisa dikategorikan sebagai kesenian helaran yang melibatkan banyak orang.
            Kesenian ini terdiri atas lima buah terebang yaitu terebang anak, terebang kempring, terebang tempas, terebang bangsing, dan terebang indung yang berfungsi sebagai goong. Juga terdiri atas 9 buah angklung yaitu dua angklung ambruk, 2 tempas/pancer, 4 buah angklung roel, dan sebuah angklung engklok. Selain itu juga, kesenian ini menggunakan batok kelapa dan 2 buah keprak yang terbuat dari bambu.
            Sementara itu, lagu yang dibawakan dalam kesenian ini antara lain adalah lagu kacang buncis, ya maulana, anjrog, dan soleang. Lagu-lagu tersebut terkadang diselingi dengan beluk.

            Kesenian ini sering ditampilkan dalam bermacam-macam acara misalnya untuk mengiringi acara ampih pare, yaitu mengangkut padi ke lumbung.Kemudian dalam mengarak anak yang akan dikhitan. Dan masih banyak acara lain yang diiringi oleh bangklung.

Jumat, 03 April 2015

Batu Aji (Batu Akik Garut)

Yaitu sebuah batu galian yang kemudian dijadikan sebagai batu hias yang banyak diproduksi di daerah Caringin dan Bungbulang. Batu ini memiliki banyak sekali jenisnya diantaranya yaitu Krisoprasatau yang sering disebut Jamrud Garut, lalu native copper, jasper, kriskola, agate, kuarsa dan fosil kayu pancawarna.
             Batu- batu yang semula terlihat biasa-biasa saja, menjadi batu yang sangat indah yang disukai oleh masyarakat yang terlebihdahulu  dilakukan proses pengolahan yang biasanya dilakukan dengan cara memolesnya dengan sangat rapih yang kemudian dibentuk menjadi bentuk batu liontin untuk hiasan cincin, giwang, kalung, dan sebagainya. Batu Aji yang banyak dicari atau yang popular adalah Batu Aji yang memiliki warna hijau muda.
            Banyak sekali industry rumahan yang mengolah batu aji secara tradisional yang menggunakan alat sederhana. Namun sebenarnya, peluang investasinya sangat tinggi. Di pasar mancanegara, misalnya krisorpas bias mencapai harga US$ 300/Kg dan fosil kayu pancawarna US$ 25/Kg.

            Dari data tahun 2004 tercatat bahwa jumlah unit usaha yang mengolah dan memproduksi batu aji di Kecamatan Bungbulang dan Caringin tercatat ada sekitar 69 unit dengan nilai investasinya sebesar 64 juta rupiah. Unit-unit tersebut dalam setahun mampu mencapai nilai produksi sebesar Rp. 2.559.375,- dengan tenaga kerja mencapai 220 orang.  

Kamis, 02 April 2015

Batik Garutan

            Di kalangan orang sunda, tradisi membatik merupakan sebuah tradisi yang sudah berlangsung sejak lama. Disebutkan pada naskah Siksa Kandang Karesian yang berasal dari abad abad ke-16 sudah disebutkan berbagai macam motif-motif batik. Artinya, sejak saat itu pun tradisi membatik yang terus berlangsung hingga saat ini sudah ada. Di beberapa daerah di Jawa Barat seperti di Cirebon, Tasikmalaya dan Garut, tradisi membatik telah melahirkan berbagai motif batik yang menjadi ciri khas daerahnya masing-masing.       
            Di Garut sendiri berkembang motif batik yang disebut dengan batik garutan. Motif ini tentu saja berkembang karena pengaruh lingkungan sosial budaya, falsafah hidup, dan adat istiadat orang sunda. Dengan demikian batik garutan menggambarkan kehidupan sosial masyarakat Garut dari masa ke masa.
            Pada umumnya, motif batik garutan menghadirkan unsur hias dalam bentuk-bentuk geometrik yang mengarah secara diagonal, bentuk kawung, atau belah ketupat dan adapula yang menghadirkan tema flora dan fauna.sementara itu warna yang digunakan dalam jenis batik ini pada umumnya adalah warna cerah seperti merah, hijau kuning, dan crem.
Batik Garutan, motif “Merak Ngibing”
Sumber : batikgarutaneksotis.blogspot.com

            Beberapa motifnya yang khas antara lain yaitu motif merak ngibing, rereng apel, turih oncom, dan kawung ece. Motif-motif tersebut banyak dimodifikasi dan banyak juga melahirkan motif lainnya seperti motif lereng udang, suliga ukel, lereng eneng, angkin, ayakan, siku seling, kumeli bunga, adumanis, patah tebu, barong kembang, sidomukti, limar, cakra, rereng calung dan masih banyak lagi.
            Sejak jaman penjajahan Belanda, batik garutan sudah menjadi souvenir. Tercatat di dalam buku Garoet, En Omstreken yang terbit pada tahun 1922, bahwa batik garutan menjadi salah satu yang dapat dijadikan sebagai buah tangan oleh para turis atau para pelancong dari Garut. Buku ini diterbitkan untuk dijadikan sebagai panduan atau petunjuk perjalanan wisata yang diperuntukan bagi turis-turis.
            Pada paro akhir abad ke-19, juragan kebun the Waspada yaitu Karel F. Holle juga ikut mengembangkan produksi batik garutan di perkebunannya walaupun tidak jelas benar apakah batik tersebut diproduksi untuk dijual atau hanya untuk keperluan sendiri saja. Atau juga untuk memberdayakan masyarakat di perkebunan atau melestarikan tradisi pembuatan batik.
            Pada tahun 1945, batik garutan semakin dikenal dengan sebutan batik tulis garutan, dan mengalami kejayaannya pada tahun 1967-1985. Pada waktu itu, di Garut terdapat 126 unit usaha batik tulis garutan yang produksinya bukan saja dijual di pasar lokal, tetapi juga di tingkat nasional.

            Pada saat ini, batik garutan umumnya di produksi di Garut Kota dan sekitarnya misalnya di jalan Papandayan, jalan Pembangunan, jalan Otista, dan jalan Kabupaten. Pada tahun 2000-an, batik garutan kembali mulai dikenal luas setelah pemerintah daerah gencar melakukan perkenalan kepada publik melalui berbagai macam kegiatan. Misalnya melalui lomba busana batik garutan, lomba desain batik Garutan, bahkan pemerintah daerah mewajibkan pegawai untuk menggunakan busana seragam batik garutan pada hari tertentu.

Selasa, 14 Oktober 2014

Babancong Garut

Babancong yaitu sebuah bangunan kecil mirip pesanggarahan berbentuk panggung di sisi selatan alun alun atau Lapangan Otto Iskandardinata Garut. Luasnya mencapai sekitar 15 meter persegi dengan tinggi panggung atau kolong sekitar 2 meter. Terdapat delapan tiang penyangga atap berketinggian sekitar 7 meter.
Bangunan Babancong Garut sejak dulu kala

Babancong sangat dibanggakan oleh masyarakat Garut. Dalam literatur yang temukan, Babancong adalah bangunan yang mirip pesanggrahan yang berbentuk panggung. Zaman dahulu, Babancong berfungsi sebagai tempat para pembesar menyaksikan keramaian di alun-alun, atau tempat menyampaikan pidato di depan publik. Babancong memiliki kolong yang tingginya kira¬kira 2 meter. Sampai sekarang pun, babancong masih digunakan untuk tempat duduk para pejabat, jika di alun-alun diselenggarakan berbagai upacara. Uniknya, Babancong merupakan bangunan kecil monumental dan merupakan satu-satunya di Indonesia.
Bagian mukanya persis menghadap Alun alun. Sedangkan bagian belakangnya mengarah ke Gedung Pendopo, dan rumah dinas Bupati yang disebut Pamengkang. Di bagian belakang itulah terdapat tangga melingkar di kiri dan kanan yang akan membawa sang pemimbar ke bagian teratas dan siap berorasi.
Babancong didirikan bersamaan dengan pendirian Gedung Pendopo, Alun alun, Masjid Agung, dan kantor Karesidenan pada waktu pembangunan Ibu Kota Kabupaten Limbangan pada tahun 1813.

Soekarno di atas Babancong Garut



Pada tanggal 8 Desember 1960, di Babancong inilah Presiden Pertama RI, Soekarno, berpidato di hadapan ribuan massa, dan merestui Kota Garut dijuluki sebagai "Kota Intan". Julukan ini bukan tanpa alasan, karena Kota Garut pada saat itu sangat bersih dan asri, bahkan termasuk kota terbersih di Indonesia. Itulah buah dari kepemimpinan bupati Gahara yang secara telaten menjaga kebersihan kota, sehingga masyarakat ikut terpanggil dan sering melakukan kerja bakti tanpa harus diperintah.

Selasa, 30 September 2014

Kontak Asgarindo

Asgarindo bisa dihubungi melalui:
- Facebook = asgarindoo
- Twitter = @arrymi
- Instagram = @arrymi